Oleh: Jihan Khaidir Hasibuan
Di balik gemerlap kehidupan profesional di kota besar seperti Jakarta, banyak anak muda yang tampak sukses dan penuh semangat. Namun di balik layar laptop dan target yang tercapai, tak sedikit dari mereka yang diam-diam berjuang melawan kelelahan mental yang kian menumpuk fenomena burnout yang kini makin sering terdengar.
"Kita bukan robot yang harus produktif setiap jam, kita manusia yang butuh ruang untuk bernafas".
Kalimat sederhana itu bukan sekadar ungkapan puitis, tapi pengingat agar kita lebih peka pada tubuh dan jiwa yang bisa lelah. Burnout bukan tanda kemalasan, melainkan alarm bahwa cara kita bekerja sudah tidak lagi sehat.
Secara umum, burnout adalah kondisi kelelahan emosional, perasaan sinisme terhadap pekerjaan, serta penurunan rasa pencapaian diri. Dalam psikologi, burnout sering diukur lewat Maslach Burnout Inventory (MBI), salah satu alat ukur paling populer di dunia kerja modern.
Beberapa alasan kenapa profesional muda, termasuk Gen Z dan milenial, lebih rentan
1. Ambisi dan Ekspektasi Tinggi
Banyak pekerja muda merasa harus cepat sukses, cepat naik, dan selalu terlihat sibuk. Dorongan ini sering membuat mereka bekerja tanpa jeda, padahal karier bukan lomba cepat, tapi perjalanan panjang yang butuh ritme dan keseimbangan.
2. Budaya "Always-On"
Di era digital, batas antara waktu kerja dan waktu pribadi semakin kabur. E-mail masih aktif tengah malam, grup chat kantor tetap bunyi pukul 10 malam, dan work from home sering berubah jadi live at work.
Kondisi ini membuat otak tidak punya waktu istirahat penuh, dan stres menumpuk tanpa disadari.
3. Tekanan Performa & Ketidakpastian Karier
Banyak yang merasa promosi tidak selalu didasarkan pada kompetensi, tapi pada siapa yang paling terlihat atau paling dekat dengan atasan. Hal ini menimbulkan stres tersendiri, merasa "selalu harus tampil sempurna."
4. Stres Ekonomi & Beban Finansial
Kehidupan di kota besar menuntut biaya tinggi. Mulai dari sewa tempat tinggal, transportasi, hingga gaya hidup yang tak murah. Banyak pekerja muda akhirnya bekerja dua kali lipat, bahkan mengambil pekerjaan sampingan demi menjaga kestabilan finansial.
5. Tekanan Sosial dari Media Sosial
Ketika melihat orang lain tampak "hidup ideal" kerja dari Bali, atau punya bisnis sendiri, muncul tekanan tak kasat mata: "Kenapa aku belum bisa begitu?"
Menurut laporan Fimela.com, bahwa sekitar 6 dari 10 pekerja muda di sektor keuangan mengaku mengalami stres kerja dan burnout. Sementara itu, Aflac WorkForces Report 2025 menyebut bahwa generasi muda (Gen Z) mengalami tingkat burnout lebih tinggi dibanding generasi lain.
Jika dibiarkan, burnout bisa memengaruhi hampir semua aspek hidup:
Dalam jangka panjang, burnout bahkan bisa berujung pada depresi dan kehilangan motivasi hidup. Karena itu, memahami akar masalah dan menemukan sistem kerja sehat menjadi langkah penting untuk mencegahnya.
Berhenti bekerja atau resign memang terdengar menggoda, tapi bukan solusi utama. Yang lebih realistis dan berkelanjutan adalah membangun sistem kerja yang lebih manusiawi yang memungkinkan seseorang produktif tanpa kehilangan keseimbangan hidup.
Berikut beberapa strategi praktis yang bisa diterapkan:
1. Tetapkan Batas Jam Kerja
Buat ritual penutupan kerja setiap hari.
Matikan notifikasi e-mail setelah jam 18.30, atau biasakan shutdown routine seperti berjalan kaki sebentar sebelum pulang. Kedisiplinan kecil ini membantu otak tahu kapan harus berhenti.
2. Fleksibilitas Waktu dan Tempat
Sistem kerja hybrid atau remote memberi ruang bagi karyawan menentukan waktu dan tempat paling produktif. Dengan begitu, pekerjaan tidak terasa sebagai beban konstan, tapi aktivitas yang bisa dikendalikan.
3. Kenali Ritme "Peak Work / Rest Cycles"
Kenali kapan kamu paling fokus pagi, siang, atau malam dan sesuaikan tugas berat di jam itu. Pastikan waktu istirahat benar-benar untuk recharge, bukan sambil cek chat kerja agar otak tidak jenuh.
4. Dukungan Mental & Budaya Terbuka
Perusahaan sebaiknya menciptakan ruang untuk bicara tentang stres. Bisa lewat program konseling, mental check-in, atau stress management training untuk kesehatan tim.
5. Desain Kerja yang Kolaboratif
Hindari beban kerja berat di satu orang. Gunakan sistem tim, rotasi tugas, atau peer coaching agar tanggung jawab tersebar merata.
6. Micro-Break & Pemulihan Aktif
Gunakan teknik seperti Pomodoro, istirahat 5 menit tiap 50 menit kerja. Peregangan, meditasi, atau sekadar jalan sebentar di luar ruangan bisa sangat membantu.
7. Evaluasi Target dan Beban Kerja
Target tinggi tanpa dukungan cukup hanya menciptakan bom waktu. Manajemen perlu realistis dalam menentukan deliverable agar tidak mendorong karyawan ke jurang burnout.
Di tengah tuntutan kerja yang tinggi, salah satu cara membangun sistem kerja yang lebih sehat adalah dengan menggunakan virtual office, solusi modern yang memberi fleksibilitas tanpa kehilangan profesionalitas.
Apa Itu Virtual Office?
Virtual office adalah layanan yang menyediakan alamat bisnis resmi, pengelolaan surat dan panggilan telepon, hingga akses ruang meeting profesional, tanpa perlu menyewa ruang kantor fisik secara penuh waktu.
Artinya, kamu tetap punya citra profesional tanpa harus menghabiskan waktu dan tenaga di perjalanan setiap hari. Bisa juga bekerja dari mana pun yang membuatmu paling produktif, dari rumah, kafe, atau bahkan coworking space favoritmu.
Di kota besar seperti Jakarta, di mana kemacetan dan tekanan kerja tinggi menjadi hal sehari-hari, virtual office memberi alternatif agar profesional muda bisa bekerja dengan lebih efisien dan sehat.
Fenomena burnout di kalangan profesional muda bukan sekadar "kurang istirahat," tapi sinyal bahwa gaya kerja saat ini tidak manusiawi lagi. Ambisi tinggi bukan dosa, tapi perlu diimbangi dengan sistem kerja yang ramah bagi tubuh dan pikiran.
Virtual office di Infiniti adalah salah satu bagian dari solusi untuk membangun sistem kerja sehat, fleksibel, dan berkelanjutan. Kamu bisa cek detail nya di https://www.infiniti.id/
"Bukan soal berapa lama kamu bekerja, tapi bagaimana kamu bekerja agar tubuh dan jiwa bisa ikut bertahan".
![]()
Penulis
Jihan Khaidir HasibuanJihan adalah Office Manager di Infiniti. Bertanggung jawab penuh terhadap kebutuhan dan kenyamanan semua klien di 6 (enam) lokasi infiniti yang tersebar di semua Jakarta.
Ketentuan Pengutipan Website
Apabila kamu ingin mengutip tulisan dari Infiniti kamu bisa atribut penulisan sumber dengan format dibawah ini:
⬇️ ⬇️ Copy paste ⬇️ ⬇️
Jihan Khaidir Hasibuan. "Fenomena Burnout di Kalangan Profesional Muda: Antara Ambisi, Target, dan Kesehatan Mental". Infiniti Blog [tanggal kamu akses]. https://infiniti.id/blog/office/fenomena-burnout-di-kalangan-profesional-muda-antara-ambisi-target-dan-kesehatan-mental